Model Pengembangan Kurikulum - Makalah Model Model Pengembangan Kurikulum
- Saya rasa masih banyak beberapa masyarakat dunia pendidikan maupun
mahasiswa kependidikan yang masih belom banyak tahu tentang model model
pengembangn kurikulum, maka dari itu dengan hadirnya makalah ini
insyaallah dapat membantu sahabat sahabat semua yang sedang mencari
referensi dalam membuat makalah Model Model Pengembangan Kurikulum.
Oh ya tidak hanya makalah Model Model Pengembangan Kurikulum saja
yang saya posting disini melainkan beberapa makalah sudah teposting,
dan beberapa contoh makalah mengenai kurikulum juga akan saya posting di
blog ini semoga bermanfaat ya. Silahkan anda baca dibawah ini.
A. MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum, pemilihan suatu
model pengembangan kurikulum
bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikanya serta
kemungkinan tercapainya hasil yang optimal, tetapi juga perlu
disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan
yang dianut serta
model konsep pendidikan mana yang digunakan.
Model
pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan pengelolaan yang
sifatnya sentralisasi berbeda dengan desentralisasi. Model pengembangan
dalam kurikulum yang sifatnya subjek akademis berbeda dengan kurikulum
humanistik, teknologis dan rekontruksi sosial.
1. The Administrative Model.
Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan
paling banyak dikenal. Diberi nama model administratif atau line staf,
karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para
administrator pendidikan dan menggunakan prosedur
administrasi. Dengan wewenang
administrasinya,
administrator
pendidikan (apakah dirjen, direktur atau kepala kantor wilayah
pendidikan dan kebudayaan) membentuk suatu komisi atau tim pengarah
pengembangan kurikulum. Anggota-anggota komisi atau tim ini terdiri
atas, pejabat dibawahnya, para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli
disiplin ilmu, dan para
tokoh dari dunia kerja dan perusahaan,
tugas
tim atau komisi ini adalah merumuskan konsep-konsep dasar,
landasan-landasan, kebijaksanaan dan strategi utama dalam pengembangan
kurikulum. Setelah hal-hal mendasar ini terumuskan dan mendapat
pengakajian yang seksama,
administrator
pendidikan menyusun tim atau komisi kerja pengembangan kurikulum. Para
anggota tim atau komisi ini terdiri atas para ahli pendidikan/kurikulum,
ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi,
guru-guru bidang studi yang senior.
Tim kerja pengembangan kurikulum bertugas menyusun kurikulum yang
sesungguhnya yang lebih operasional, yang dijabarkan dari konsep-konsep
dan kebijaksanaan dasar yang telah digariskan oleh tim pengarah.
Tugas
tim kerja ini merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional dari
tujuan-tujuan yang lebih umum, memilih dan menyusun sekuens bahan
pelajaran, memilih strategi pengajaran dan evaluasi, serta menyusun
pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum tersebut bagi para
guru.
Setelah semua
tugas
dari tim kerja pengembangan kurikulum tersebut selesai, hasilnya dikaji
ulang oleh tim pengarah serta para ahli lain yang berwewenang atau
pejabat yang kompeten. Setelah mendapat beberapa penyempurnaan, dan
dinilai telah cukup baik,
administrator pemberi
tugas menetapkan berlakunya kurikulum tersebut serta memerintahkan
sekolah-sekolah untuk melaksanakan kurikulum tersebut. Karena sifatnya yang datang dari atas,
model pengembangan kurikulum
demikian disebut juga model “top down” atau “line staff”. Pengembangan
kurikulum dari atas, tidak selalu segera berjalan, sebab menuntut
kesiapan dari pelaksanaanya, terutama
guru-guru.
Mereka perlu mendapatkan petunujuk-petunjuk dan penjelasan atau mungkin
juga peningkatan pengetahuan dan ketrampilan. Kebutuhan akan adanya
penataran sering tidak dapat dihindarkan.
Dalam pelaksanaan kurikulum tersebut, selama tahun-tahun permulaan
diperlukan pula adanya kegiatan monitoring pengamatan dan pengawasan
serta bimbingan dalam pelaksanaanya. Setelah berjalan beberapa saat
perlu juga dilakukan evaluasi, untuk menilai baik validitas
komponen-komponenya prosedur pelaksanaan maupun keberhasilanya.
Penilaian menyeluruh dapat dilakukan oleh tim khusus dari tingkat pusat
atau daerah. Sedang penilaian persekolah dapat dilakukan oleh tim khusus
sekolah
yang bersangkutan. Hasil penilaian tersebut merupakan umpan balik, baik
bagi instansi pendidikan di tingkat pusat, daerah maupun sekolah.
2. The Grass Roots Model
Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan
upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi datang dari
bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum
yang pertama,digunakan dalam sistim pengelolaan pendidikan/kurikulum
yang bersifat sentralisasi, sedangkan Grass Roots Model akan berkembang
dalam sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi. Dalam model
pengembangan Grass Roots seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan
guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum.
Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu
komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi atau seluruh bidang
studi dan keseluruhan komponen kurikulum. Apabil kondisinya telah
memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, vasilitas, biaya
maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kerikulum Grass Roots Model
akan lebih baik. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah
perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya.
Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh karna itu dialah yang
paling berkompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya. Hal itu sesuai
dengan prinsip-prinsip pengembang kurikulum yang deikemukakan oleh
smith, stanley dan shores (1957:429) dalam pengembangan kurikulum
karangan Prof. DR. Nana Syaodih Sukmadinata.
Pengembangan kurikulum yg bersifat Grass Roots Model mungkin hanya
berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu tetapi mungkin
pula dapat digunakan untuk bidang studi sejenis pada sekolah lain, atau
keseluruhan bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan
kurikulum yang bersifat desentralisasi dengan model grass rootsnya,
memungkinkan terjadinya kompetisi di dalam meningkatkan mutu dan sistem
pendidikan yang pada giliranya akan melahirkan manusia-manusia yang
lebih mandiri dan kreatif.
3. Beauchamp’s System. Model Pengembangan Kurikulum
Model pengembangan kurikukum ini, dikembangkan oleh Beauchamp seorang
ahli kurikulum Beauchamp. Mengemukakan lima hal di dalam pengembangan
suatu kurikulum.
1) Pertama, menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup
oleh kurikulum tersebut, apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten atau
seluruh
negara.
Pentahapan arena ini ditentukan oleh wewenang yang dimiliki oleh
pengambil kebijaksanaan dalanm pengembangan kurikulum, serta oleh tujuan
pengembangan kurikulum. Walaupun daerah yang menjadi wewenang kepala
kanwil pendidikan dan kebudayaan mencakup suatu wilayah propinsi, tetapi
arena pengembangan kurikulum hanya mencakup suatu daerah akabuapten
saja sebagai pilot proyek.
2) Kedua, menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang turut serta
terlibat dalam pengembangan kurikulum. Ada empat kategori orang yang
turut berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum yaitu:
- Para ahli pendidikan/kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan para ahli bidang ilmu dari luar,
- Para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih,
- Para profesional dalam sistem pendidikan.
- Profesioanal lain dan tokoh-tokoh masyarakat.
Beauchamp mencoba melibatkan para ahli dan
tokoh-
tokoh pendidikan seluas mungkin, yang biasanya pengaruh mereka kurang langsung terhadap pengembangan kurikulum, dibanding dengan
tokoh
lain seperti; para penulis dan penerbit buku, para pejabat pemerintah,
politikus, dan pengusaha serta industriwan. Penetapan personalia ini
sudah tentu disesuaikan dengan tingkat dan luas wilayah dan arena. Untuk
tingkat propinsi atau nasional tidak terlalu banyak melibatkan
guru-guru. Sebaliknya untuk tingkat kabupaten, kecamatan atau sekolah
keterlibatan guru semakin besar.
Mengenai keterlibatan kelompok-kelompok personalia ini, Beauchamp mengemukakan tiga pertanyaan:
- Haruskah kelompok ahli/pejabat/profesi tersebut dilibatkan dalam pengembangan kurikulum?
- Bila iya, apakah peranan mereka?
- Apakah mungkin ditemukan alat dan cara yang paling efektif untuk melaksanakan peran tersebut?.
3) Ketiga, organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Langkah
ini harus berkenaan dengan prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan
tujuan umum dan tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman
belajar serta kegiatan evaluasi dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum.
4) Keempat, implementasi kurikulum. Langkah ini merupakan langkah
mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum yang bukan sesuatu yang
sederhana, sebab membutuhkan kesiapan yang menyeluruh, baik kesiapan
guru-guru, siswa, fasilitas, bahan maupun biaya, disamping kesiapan
manajerial dari pimpinan sekolah atau
administrator setempat.
Lebih jauh lagi mengemukakan lima langkah di dalam pengembangan suatu kurikulum, yaitu :
a. Menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup kurikulum,
apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten propinsi atau bahkan seluruh
negara.
Penetapan wilayah ditentukan oleh pihak yang memiliki wewenang
pengambil kebijaksanaan dalam pengembangan kurikulum, serta oleh tujuan
pengembangan kurikulum.
b. Menetapkan personalia yang akan turut serta terlibat dalam
pengembangan kurikulum. Ada empat kategori orang yang dapat dilibatkan
yaitu : Model Pengembangan Kurikulum
- Para ahli pendidikan/kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kuruikulum/pendidikan dan para ahli bidang ilmu dari luar;
- Para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih;
- Para profesional dalam sistem pendidikan; dan
- Profesional lain dan tokoh masyarakat.
c. Organisasi dan prosedur pengembangan yaitu berkenaan dengan
prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan
yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman
belajar,
serta kegiatan evaluasi dan dalam menentukan desain kurikulum.
Beauchamp membagi keseluruhan kegiatan ini dalam lima langkah, yaitu :
- membentuk tim pengembang kurikulum;
- mengadakan evaluasi atau penelitian terhadap kurikulum yang berlaku;
- studi penjajagan kemungkinan penyusunan kurikulum baru;
- merumuskan kriteria-kriteria bagi penentuan kurikulum baru; dan
- penyusunan dan penulisan kurikulum baru.
- Implementasi kurikulum merupakan langkah mengimplementasikan atau
melaksanakan kurikulum yang sesungguhnya bukanlah hal sederhana, sebab
membutuhkan kesiapan menyeluruh, baik guru, peserta didik, fasilitas,
bahan maupun biaya, disamping kesiapan manajerial dan pimpinan sekolah
atau administrator setempat.
e. Evaluasi kurikulum, pada langkah ini minimal mencakup empat hal yaitu:
- evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru;
- evaluasi desain;
- evaluasi hasil belajar peserta didik; dan
- evaluasi dari keseluruhan sistem kurikulum.
Data yang diperoleh digunakan untuk kepentingan perbaikan dan penyempurnaan kurikulum.
4. The Demonstration Model
Model demonstrasi pada dasarnya bersifat grass roots, dangan dari bawah.
Model ini diprakarsai oleh sekelompok guru atau sekelompok guru bekerja
sama dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum. Model
ini umumnya berskala kecil, hanya mencakup suatu atau beberapa
sekolah,
suatu kompenen kurikulum atau mencakup keseluruhna kompeonen kurikulum.
Karena sikap ingin merubah atau mengganti kurikulum yang ada,
pengembangan kurikulum sering mendapat tantangan dari pihak-pihak
tertentu.
Karena sifatnya yang ingin merubah, pengembangan kurikulum seringkali mendapat tantangan dari pihak tertentu.
Terdapat dua variasi model demonstrasi, yaitu ;
- berbentuk proyek dan
- berbentuk informal, terutama diprakarsai oleh sekelompok guru yang merasa kurang puas dengan kurikulum yang ada.
Beberapa keunggulan dari pengembangan kurikulum model demonstrasi ini, yaitu:
- Memungkinkan untuk menghasilkan suatu kurikulum atas aspek tertentu
dari kurikulum yang lebih praktis, karena kurikulum disusun dan
dilaksanakan berdasarkan situasi nyata;
- Jika dilakukan dalam skala kecil, resistensi dari administrator kemungkinan relatif kecil, dibandingkan dengan perubahan yang berskala besar dan menyeluruh;
- Dapat menembus hambatan yang sering dialami yaitu dokumen kurikulumnya bagus, tetapi pelaksanaannya tidak ada;
- Menempatkan guru sebagai pengambil insiatif yang dapat menjadi pendorong bagi para administrator untuk mengembangkan program baru.
Sedangkan kelemahan model ini adalah bagi guru-guru yang tidak turut
berpartisipasi mereka akan enggan-enggan. Dalam keadaan terburuk mungkin
akan terjadi apatisme.
5. Taba’s Inverted Model
Menurut cara yang bersifat tradisional pengembangan kurikulum dilakukan secara deduksi, dengan urutan:
- Penentuan prinsip-prinsip dan kebijaksanaan dasar,
- Merumuskan desain kurikulum yang bersifat menyeluruh didasarkan atas komitmen-komitmen tertentu,
- Menyusun unit-unit kerikulum sejalan dengan desain yang menyeluruh,
- Melaksanakan kurikulum di dalam kelas.
Taba berpendapat model deduktif ini kurang cocok, sebab tidak merangsang
timbulnya inovasi-inovasi. Menurut pengembangan kurikulum yang lebih
mendorong inovasi dan kreativitas
guru-guru adalah bersifat induktif, yang merupakan inversi atau arah terbalik dari model tradisional.
Ada lima langkah pengembangan
kurikulum model taba ini. Pertama, mengadakan unit-unit eksperiment bersama guru-
guru.
Kedua, Menguji unit eksperimen. Ketiga, mengadakan revisi dan
konsolidasi. Langkah keempat, pengembangan keseluruhan kerangka
kurikulum.
Ada lima langkah pengembangan
kurikulum model Taba, yaitu :
- Menghasilkan unit-unit percobaan (pilot unit) melalui langkah-langkah: (1) mendiagnosis kebutuhan; (2) merumuskan tujuan-tujuan khusus; (3) memilih isi; (4) mengorganisasi isi; (4) memilih pengalaman belajar; (5) mengorganisasi pengalaman belajar; (5) mengevaluasi; dan (6) melihat sekuens dan keseimbangan
- Menguji coba unit eksperimen untuk memperoleh data dalam rangka menemukan validitas dan kelayakan penggunaannya.
- Mengadakan revisi dan konsolidasi unit-unit eksperimen berdasarkan data yang diperoleh dalam uji coba.
- Mengembangkan seluruh kerangka kurikulum
Implementasi dan diseminasi
kurikulum yang telah teruji. Pada tahap terakhir ini perlu dipersiapkan guru-
guru melalui penataran-penataran, loka karya dan sebagainya serta mempersiapkan fasilitas dan alat sesuai tuntutan
kurikulum.
6. Roger’s Interpersonal Relation Model (
Model Model Pengembangan Kurikulum)
Meskipun roger bukan seorang ahli pendidikan melainkan seorang ahli
psikologi atau psikoterapi. Tetapi konsep-konsepnya tentang psikoterapi
khususnya bagaimana membimbing individu juga dapat diterapkan dalam
bidang pendidikan dan pengembangan
kurikulum. Memang ia banyak mengemukakan konsep tentang perkembangan dan perubahan individu.
Menurut when crosby (1970:388) dalam Nana Syaodih Sukmadinata “pengembangan
kurikulum teori dan praktek mengatakan bahwa “perubahan
kurikulum adalah perubahan individu”.
Menurut Rogersmanusia berada dalam proses perubahan (becoming,
developing, changing), sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan potensi
untuk berkembang sendiri, tetapi karena ada hambatan-hambatan tertentu
ia membutuhkan orang lain untuk membantu memperlancar atau mempercepat
perubahan tersebut.
Guru
serta pendidik lainnya bukan pemberi informasi apalagi penentu
perkembangan anak, mereka hanyalah pendorong dan pemelancar perkembangan
anak.
Ada empat langkah pengembangan
kurikulum model Rogers, yaitu:
- Pemilihan target dari sistem pendidikan; di dalam penentuan target
ini satu-satunya kriteria yang menjadi pegangan adalah adanya kesediaan
dari pejabat pendidikan/administrator untuk turut serta dalam kegiatan
kelompok secara intensif. Selama satu minggu pejabat pendidikan/administrator melakukan kegiatan kelompok dalam suasana relaks, tidak formal.
- Partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif. Keikutsertaan guru
dalam kegiatan sebaiknya secara sukarela. Lama kegiatan satu minggu
atau kurang. Menurut Rogers bahwa efek yang diterima sejalan dengan para
administrator seperti telah dikemukakan di atas,
- Pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk satu kelas atau
unit pelajaran. Selama lima hari penuh peserta didik ikut serta dalam
kegiatan kelompok, dengan fasilitator guru atau administrator atau fasilitator dari luar.
- Partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok. Kegiatan ini dapat dikoordinasi oleh Komite Sekolah masing-masing sekolah.
Lama kegiatan kelompok tiga jam tiap sore hari selama seminggu atau 24
jam secara terus menerus. Kegiatan ini bertujuan memperkaya orang-orang
dalam hubungannya dengan sesama orang tua, dengan anak, dan dengan guru.
Kegiatan ini merupakan kulminasi dari kegiatan kelompok di atas. Metode
pendidikan yang dikembangkan Rogers adalah sensitivity trainning,
encounter group, dan Trainning Group (T Group).
Model pengembangan kurikulum dari Rogers ini berbeda dengan model-
model lainnya. Sepertinya tidak ada suatu perencanaan
kurikulum
tertulis, yang ada hanyalah rangkaian kegiatan kelompok. Itulah ciri
khas Carl Rogers ssebagai sebagai Eksistensial Humanis., ia tidak
mementingkan formalitas, rancangan tertulis, data, dan sebagainya. Bagi
Rogers yang penting adalah aktivitas dan interaksi. Berkat berbagai
bentuk aktivitas dalam interaksi ini individu akan berubah . petode
pendidikan yang di utamakan Rogers adalah sensitivity training,
encounter group dan Training Group
( T Group ).
Hey sahabat semua jangan berhenti baca dulu ya, makalah diatas kan belum
sempurna sebelum ada daftar pustaka dan kesimpulan dan beberapa
pendukung makalah Model Model Pengembangan Kurikulum lainnya, untuk mendapatkannya silahkan download dibawah ini ya!!